Biografi Yazid Bin Muawiyah
Yazid bin
Muawiyah
Yazid putra Muawiyah (lahir: 25 H/645 M – wafat: 64 H/684 M) adalah
khalifah kedua dinasti Bani
Umayyah (661-750 M) yang memerintah sekitar empat tahun (60-64 H) setelah
ayahnya, Muawiyah bin Abi Sufyan dan meninggal di Syam (Damaskus). Dia orang pertama yang
menyalahi sunnah para khalifah sebelumnya, yang dipilih oleh ayahnya dan mengklaimkan
kekhilafahan secara turun temurun. Pengambilan baiat paksaan dari sanak kerabat
terdekat dan sebagian para sahabat besar, yang mendapat perlawanan dari
sebagian mereka, telah menyebabkan tragedi yang merisaukan dalam sejarah Islam.
Sebagian peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah:
- Tragedi
Karbala pada tahun 61 H, yang menyebabkan kesyahidan Imam Husein bin Ali As dan hal ini
menjadikan Yazid termasuk salah satu sosok sejarah yang paling dibenci
oleh orang-orang Syiah.
- Penjarahan kota Madinah pada tahun 63
H, yang masyhur dengan nama tragedi
Harrah.
- Serangan ke
kota Mekah untuk
menumbangkan Abdullah bin Zubair dan membidik Kabah dengan ketapel.
Nasab dan Latar Belakang Keluarga
Para sejarawan mencatat nasab Yazid yang berasal dari dinasti Bani Umayyah
dan suku Quraisy sebagai berikut: Yazid bin Muawiyah bin Shahr bin Harb bin
Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. [1] Dengan demikian nasab dia dan Bani Hasyim
bersambung pada Abdi Manaf. Abdi Manaf memiliki dua orang putra; Hasyim dan
Abdul Syams, dan keduanya merupakan nenek moyang Bani Hasyim dan Bani Umayyah.
Nama Umayyah dalam dinasti Bani Umayyah diambil dari nama putra Abdi Syams. Ibu
Yazid tidak terlalu banyak dituturkan dalam riwayat-riwayat sejarah, kecuali hanya
sekedar namanya adalah Maisun bint Bahdal (kemungkinan M, 80 H/700 M) dan dari
suku Bani Haritsah bin Junab Kalbi dan orang badui (pedalaman) dan setelah
talak dengan Muawiyah, dia kembali menuju tempat kelahirannya. [2]
Kakeknya Yazid, Abu Sufyan dan neneknya Hindun bint Utbah, sampai sebelum
penaklukan Mekah termasuk orang yang paling getol memusuhi Rasulullah (Saw).
Hindun masyhur dengan Hindun bint Utbah dikarenakan mengambil hati paman Nabi –
Hamzah bin Abdul Muthalib – pada perang Uhud. Pasca penaklukan Mekah,
Rasulullah (Saw) menyebut mereka dan para musuh-musuh lainnya yang ada di Mekah
dengan Thulaqa (yang dibebaskan oleh Nabi Saw) dengan memaafkan dan membebaskan
mereka. [3]Kata ini berasal dari Thaliq, yang berartikan tawanan
yang berhak mendapatkan balasan, namun mereka dibebaskan. Kiasan Tulaqa
senantiasa membekas untuk mereka. Menurut sebagian riwayat, Imam Ali (As)
menegaskan bahwa Muawiyah dan ayahnya sama sekali tidak pernah beriman dan
terpaksa berpura-pura memeluk Islam. [4] Demikian juga dalam sebuah surat, beliau menyebut
Muawiyah dengan Thulaqa, dimana kekhalifahan Rasulullah (Saw) tidak lalyak dan
tidak pantas buat mereka. [5]
Biografi
Menurut referensi, ibu Yazid, Maisun bint Bahdal berasal dari Arab Badui,
dan dikarenakan menikah dengan Muawiyah dan pergi ke Syam (Damaskus), maka dia
tidak bisa jauh dari tanah kelahirannya dan Muawiyah pun akhirnya
menceraikannya dan dia kembali ke tempat kelahirannya. Ada kemungkinan saat itu
dia mengandung Yazid atau Yazid adalah bayi yang masih meminum susu. [6]
Yazid melewatkan masa kecilnya di kabilah Maisun, dimana masyarakatnya
berasal dari kabilah Huwwarin/Hawwarin (di kawasan Homs Syam), latar
belakangnya adalah Kristen dan penyembah berhala pada masa sebelum masuknya
Islam dan termasuk ahli sastra dan syair Arab. Sebagian orang meyakini
perkembangan dan pertumbuhan Yazid sangatlah terpengaruh oleh ideologi
orang-orang Kristen yang baru memeluk Islam tersebut sangatlah efektif dan
dukungan-dukungannya kepada orang-orang Kristen setelah memegang tampuk
khilafah, khususnya kepada para penyairnya dan juga adanya para penasehat
Kristen dalam kerajaannya dan juga kompromi dengan orang-orang Eropa termasuk
penunjang yang sangat berpengaruh dalam kepribadian Yazid. [7]
Yazid meninggal pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H, di umur 38 tahun[8] , setelah memegang kekhilafahan selama 3 tahun dan
8 bulan dan dikuburkan di Huwwarin. [9]Terkait sebab kematian Yazid, dituturkan suatu hari
Maimun menaikannya di atas keledai liar, keledai liar tersebut lari sedangkan
Yazid dalam keadaan mabuk, sampai akhirnya dia tersungkur dari tunggangan dan
lehernya patah. [10] [11]
Akhlak dan Kepribadian
Banyak referensi sejarah Islam menyebut Yazid - secara moral - adalah seorang
yang rusak dan gemar bermain. Baladzuri (m 279 M) menyebutnya sebagai pemimpin
tinggi pertama khilafah Islam, yang melakukan dosa secara terang-terangan,
seperti meminum minuman keras. [12] Mas’udi (m 346 H) menukil dari Abu Muhnif,
sesungguhnya pada masa pemerintahan Yazid, minuman keras dan pesta pora secara
terang-terangan yang dilakukan oleh para pengikutnya di Mekah dan Madinah sudah
sangatlah marak. [13]
Kemasyhuran Yazid dalam gemar bermain dan tidak komitmen terhadap
moral-moral Islam, sudah jadi bahan gunjingan umum mazhab Syiah maupun
Ahlussunnah dan bahkan sebagian para sahabat masyhur Rasulullah (Saw), dan juga
Imam Husein (As) secara gamblang menyebutnya sebagai orang fasik, pendosa dan
penyimpang. Dengan demikian, Muawiyah, pasca syahadah Imam Hasan (As) mendapat
kendala saat mengambil baiat dari para pembesar untuk kekhilafahan Yazid dan
orang-orang seperti Imam Husein (As), Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar
tidak memberikan baiat. Dinukilkan dari Abdullan bin Umar, kami berbait dengan
orang yang bermain dengan kera dan anjing, meminum khomer dan melakukan
kefasikan secara terang-terangan?! lantas apa uzur kita disisi Allah? [14]
Menurut referensi sejarah, Muawiyah dengan pasukan muslim, dimana sebagian
pembesar sahabat juga ada ditengah-tengah mereka, pergi menuju Romawi pada
tahun 52 H. Dia bersama istrinya, Ummu Kultsum berhenti di tengah jalan dan
sibuk bersenang-senang. Namun pasukannya yang sudah berjalan lebih dulu terkena
wabah dan cacar serta mendapat banyak kerugian. Saat Yazid mengetahui hal
tersebut, maka diapun melantunkan syair dengan makan, dia tidak akan menangis
jika kaum muslimin meninggal akibat demam, cacar dan wabah. Berita ini pun
terdengar samapi Muawiyah dan ia sangat murka dan memerintahkan Yazid supaya dipulangkan
ke markas. Meski demikian, akhirnya pasukan tersebut tidak dapat kembali ke
Syam. [15]
Pemerintahan dan Kebijakan
Masa singkat pemerintahan Yazid bin Muawiyah, dari aspek politik merupakan
masa yang penuh dengan gejolak dan dan pemerintahan tiga tahunnya Yazid
kebanyakan digunakan untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan intern dan
menenangkan kondisi dan situasi kekuasaan Islam. Dia membungkam segala bentuk
penentangan pada masa pemerintahannya.
Tekanan dan himpitan dalam pemerintahannya sampai pada batas bahwa Mas’udi
dalam mensifati periode ini sebagai berikut: perangai Yazid adalah perangai
Fir’aun, bakan Fir’aun lebih adil ketimbang dia diantara para abdinya dan lebih
bijak ketimbang dia di tengah-tengah orang-orang Syiah dan Ahlussunnah. [16]
Dia telah membunuh Imam Husein (As) dan Ahlulbait Nabi (Saw) di awal
pemerintahannya dan menodai haram Rasulullah Saw (Madinah) pada tahun kedua dan
menghalalkan untuk pasukannya selama tiga hari. Dia menyerang Ka’bah dan
membakarnya pada tahun ketiga. [17] Tindakan dan perbuatan Yazid dalam waktu singkat
ini merupakan permulaan dimulainya banyak konflik dan penentangan terhadap para
khalifah Umayyah di masa berikutnya; penentangan dan pemberontakan yang pada
akhirnya menyebabkan tumbangnya umur pemerintahan Umawi. [18]
Tragedi Karbala
Tragedi paling menyayat hati pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah
adalah tragedi Karbala; yang dituturkan tidak ada yang lebih buruk lagi dalam Islam. [19] Pada bulan Dzulhijjah tahun 60 H, Imam Husein (As)
bersama keluarga Rasulullah (Saw) pergi ke Irak dengan undangan masyarakat
Kufah; namun masyarakat Kufah saat itu meninggalkan Imam dan sejumlah rombongan
sedikitnya dikarenakan tekanan dan himpitan dari pemerintahan Yazid.
Imam Husein (As) bersama keluarga dan para sahabat-sahabatnya syahid oleh
pasukan pemerintah Yazid dan dengan perintah gubernurnya, Ubaidullah bin Ziyad;
kepala para syuhada Karbala diarak dan dipertontonkan di Kufah dan Syam serta
Ahlulbait Nabi (Saw) dijadikan tawanan. Tragedi Karbala dituturkan secara
mendetail dalam referensi kuno dan kontemporer. [20]
Tragedi Harrah
Bertahun-tahun setelah dipegang Yazid, dibarengi dengan ketidakrelaan
masyarakat Hijaz terhadap pemerintahan pusat, akibat sebagian
kebijakan-kebijakan Yazid, seperti tidak perhatiannya kepada Mekah dan Madinah.
Kondisi ini, lambat laun muncul dalam bentuk krisis. Akhirnya Ustman bin
Muhammad bin Abi Sufyan, pemimpin muda Madinah mengirim utusan para pembesar
dan orang-orang terkemuka Madinah, setelah manasik haji, barang kali dengan
hadiah dan hiburan dari mereka kepada Yazid dapat memulihkan kembali kondisi
Madinah yang sudah berantakan. Banyak sekali para pembesar dan pemuka Madinah,
seperti Abdullah bin Hanzhalah yang dimandikan oleh malaikat dan putranya dan
juga Abdullah bin Amr dan Munzir bin Zubair dalam rombongan ini. [21]
Rombongan kiriman Madinah sejak awal masuk Damaskus telah mendapatkan
banyak hadiah dari Yazid. [22] Namun Yazid seperti kebiasaannya, melakukan
mabuk-mabukan dan bersenang-senang dihadapan para pembesar ini. Sikap dan
perangai Yazid dihadapan rombongan Madinah menyebabkan ketidakrelaan dan
ketidakpuasan mereka dan sekembalinya ke Madinah, mereka memusuhi Yazid secara
terang-terangan, mereka mengutarakan aib-aib Yazid. Dengan kemurkaan terhadap
kota Madinah, Yazid mengirimkan surat ancaman kepada masyarakat Madinah[23] ; namun surat ini menyebabkan kemurkaan dan
kebangkitan masyarakat. Yazid mengirim 12 ribu pasukan dengan dipimpin oleh
Muslim bin ‘Uqbah menuju Madinah. Dengan perintah Yazid, mereka memberikan
tempo selama tiga hari untuk berbait dengan Yazid[24] ; namun masyarakat Madinah tidak mengindahkannya.
Akhirnya peperangan pun dimulai, dan kekalahan ada dipihak para pejuang Madinah
dan menyebabkan terbunuhnya ribuan orang Madinah dan juga dihalalkannya jiwa,
harta dan kehormatan mereka bagi pasukan Syam selama tiga hari. [25] Tragedi ini terjadi pada tahun 63 H. [26] [27]
Pemberontakan Mekah
Kebangkitan yang terjadi di Mekah, bersamaan dengan kebangkitan masyarakat
Madinah, dengan dipimpin oleh Abdullah bin Zubair, menyebabkan penguasaannya
dan para sahabat-sahabatnya atas kota Mekah. Setelah tragedi Harrah dan
pembunuhan masyarakat Madinah, pasukan Syam, dengan dipimpin oleh Hashin bin
Namir as-Sukuni, bergerak menuju Mekah untuk memerangi Ibnu Zubair. Tidak lama
kemudian, kota Mekah berada dalam kepungan pasukan Syam. Sepanjang pengepungan
kota ini, Ka’bah terbakar akibat manjanik-manjanik yang dilemparkan oleh
pasukan Syam. Pengepungan ini terus berlanjut sampai tersebarnya berita
kematian Yazid. [28]
Penaklukan Militer
Proses penaklukan militer muslim terhenti pada masa pemerintahan Yazid,
akibat konflik dan pemberontakan-pemberontakan intern melawan Yazid. Dia lebih
memilih berdamai dengan orang-orang Kristen Eropa dan bahkan mundur dari
sebagian titik, yang ditaklukan pada masa Muawiyah dengan anggaran dan biaya
yang sangat banyak dan dengan mendapat suapan, mereka menarik mundur pasukannya
dari Siprus. Demikian juga, Yazid bin Junadah bin Abi Umayyah
diperintahkan supaya merusak benteng muslim di kepulauan Arwad dan
kembali ke Syam.
Demikian juga, Yazid menarik pasukannya dari Rhodes. Meski
demikian, dia mengirim Malik bin Abdullah Khats’ami pada tahun 61, untuk
memerangi orang-orang Romawi, yang mana perang ini terkenal dengan perang
Soraya. Yazid mengirim Salim bin Ziyad (gubernur Khurasan) di timur
dan di sebelam Khwarezmia sampai di wilayah Samarkand. Dia telah menaklukan
Sughd dan Bukhara dan berdamai dengan penduduk Kharazm, dengan 400 ribu
Dinar pada tahun 62 H . Saat di Sughd, Salim bin Ziyad juga mengirim
pasukannya ke Khujand, namun mereka kalah. Lantas, Salim pergi ke Marw dan
berperang dengan penduduk Sughd, sampai akhirnya mendapat berita Yazid telah
mati. Uqbah bin Nafi’ juga telah menaklukan Sous di Afrika
Utara.
Daftar Pustaka
- Ibn Atsir, Ali bin
Abi al-Karam, al-Kamil fi al-Tarikh, Beirut, Dar Shadie, Dar Bairut, 1965
M.
- Ibn al-Tiqtaqa,
Muhammad bin Ali bin Taba Taba, Fakhri fi al-Adab al-Sultaniyyah wa
al-Duwal al-Islamiyyah, Riset oleh Abdul Qadir Muhammad Mayu, Beirut, Dar
al-Qalam al-Arabi, cet. 1, 1991 M.
- Ibn Hisyam Hamiri,
al-Sirah al-Nabawiyyah, Maktabah Ali Shabih wa Auladihi, Bi Ja, 1383 H.
- Baladzuri, Ahmad bin
Yahya bin Jabir, Kitab Jumal min Ansab al-Asyraf, Riset oleh Suhail
Zakar ; Riyadh Zarkali, Beirut, Dar al-Fikr, cet. 1, 1417/1996.
- Dzahabi, Saymsuddin
Muhammad bin Ahmad, Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-A’lam,
Riset oleh Umar Abdul Salam Tadmiri, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, cet.
2, 1413/1993.
- Dinuri, Abu Muhammad
Abdullah bin Muslim Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siasah al-Ma’ruf bi
Tarikh al-Khulafa, Riset oleh Ali Syiri, Beirut, Dar al-Adhwa’, cet. 1,
1410/1990.
- Dinuri, Abu Hanifah
Ahmad bin Daud, Akhbar al-Tiwal, Riset oleh Abdul Mun’im Amir , referensi
Jamaluddin Syayal, Qom, Mansyurat Ridha, 1368 S.
- Zarkali, Khairuddin,
Al-A’lam Qamus Tarajim li Asyhur al-Rijal wa al-Nisa’ min al-Arab wa
al-Musta’ribin wa Mustasyariqin, Beirut, Dar al-Ilm lil Malayin, cet. 8,
1989.
- Sahibi Nakhjuwani,
Hindoshah, Tajarub al-Salaf, dedikasi Amir Sayid Hasan Raudhati, Ishfahan,
Nasyr Nafais Makhthuthat, 1361 S.
- Thabari, Muhammad bin
Jurair, Tarikh al-Umam wa al-Mulk, Beirut, Dar al-Turats, cet. 2, 1387 H.
Komentar
Posting Komentar