Studi Islam di Negara Barat

Studi Islam Di Negara Barat
Kajian mengenai keislaman di Barat sudah ada sejak abad ke-19, yaitu ketika para sarjana Barat mulai tertarik untuk mempelajari dunia Timur, khususnya dunia Islam. Tentu saja, kajian keislaman pada waktu itu sangat berbeda dengan kajian keislaman pada masa modern seperti sekarang ini. Dahulu, kajian-kajian mengenai keislaman di Barat lebih terfokus terutama pada bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Karena hal tersebut, yang dipelajari oleh akademisi Barat pada awal-awal masa Renaisans termasuk karya-karya para filsuf dan juga saintis muslim.
Perbedaan yang mendasar terkait tradisi kajian Islam di dunia Timur (Islam) dan di Barat terletak pada bagian pendekatan yang digunakan. Di dunia Timur sendiri, pendekatan dilakukan lebih berorientasi pada penguasaan substansi materi dan penguasaan atas khazanah keislaman klasik, sedangkan di dunia Barat pendekatan yang dilakukan lebih berorientasi pada Islam sebagai realitas atau fenomena sosial.
Pada era modern ini, kita mendapati dunia akademi Barat lebih terbuka pada cabang-cabang keilmuan Islam yang lain. Tidak hanya filsafat dan sains, tetapi juga cabang-cabang ilmu keislaman, seperti Al-Qur’an, hadis, fiqh, dan sejarah islam.[1]
Studi yang mereka lakukan meliputi seluruh aspek ajaran Islam seperti sejarah, hukum, teologi, Al-Qur’an, hadis, tasawuf, bahasa, politik, kebudayaan, dan pemikiran. Philiph K. Hitti, HAR Gibb, dan Montgomery Watt banyak memfokuskan pengkajian pada aspek sejarah Islam. Sementara Joseph Schacht memfokuskan pada aspek kajian hukum Islam. David Power yang memfokuskan pada kajian Al-Qur’an, dan A.J. Arberry memfokuskan pada aspek tasawuf.[2]
Sebagai contoh, David Power pernah meneliti yang sedalam-dalamnya mengenai ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menimbulkan kesimpulan bahwa Al-Qur’an tidak sempurna, antara lain karena tidak adil membagi waris antara laki-laki dan perempuan. Kemudian, Joseph Schacht pernah meneliti mengenai masalah hadis yang sedemikian rupa sehingga pembaca bisa terbawa pada kesimpulan bahwa hadis tidak layak menjadi sumber hukum Islam.
B.   Perkembangan Islam di Barat
Dalam sejarahnya Islam memasuki Eropa pada tahun 710 M yang adanya permintaaan bantuan oleh seorang bangsawan Gothia Barat yaitu Graf Yulian dan pada saat itu berkuasa di Geuta afrika Utara kepada gubernur Afrika Utara Musa bin Nushair agar membantu keluarga “witiza” menghadapi tentara rederik yang memberontak merebut singgasana atau tahta.
Permintaan tersebut selanjutnya oleh Musa disampaikan kepada Khalifah Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Maka sebagai penjagaan dikirim ekspedisi pertama berjumlah 200 orang dipimpin Tharif bin Malik yang mendarat di Tarifa. Keberhasilan di Tharif meyakinkan Musa akan kesungguhan Graf Yulian, selanjutnya dikirm pasukan pilihan dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad seorang panglima yang gagah berani melalui kota tanger terus menyebrangi selat yang ganas, yang kini kita kenal dengan nama selat Giblaltar.
Untuk mengabadikan nama Thariq, pasukan tahriq mendarat di Spanyol pada tahun 91 H atau tahun 710 M. Saat itu pasukan Thariq berhasil dalam pertempurannya melawan Rodherik hingga berhasil menguasai benteng-benteng musuh, dan kota demi kota berhasil direbutnya, seperti Cordova, Malaga, Toledo ibukota Negeri Ghotia Barat.
Keberhasilan Thariq tersebut mendorong keinginan Musa bin Nushair untuk menyusulnya, dengan membawa tambahan pasukan sebanyak 10.000 orang dia datang ke Spanyol. Di Toledo keduanya bertemu dan melanjutkan memasuki kota Aragon, Castylia, Saragosa dan Barcelona hingga samapi ke pegunungan Pyrenia. Dan  dalam waktu hanya 7 tahun hampir seluruh Andalusia (spanyol) sudah berada dalam genggaman kaum muslimin, kecuali Glacia.
Pada masa pemerintahan bani umayah di Damaskus, Andalusia dipimpin oleh Amir (gubernur) diantaranya oleh putra Musa sendiri, yaitu Abdul Aziz. Runtuhnya kebesaran Bani Umayah di Damaskus dengan berdirinya daulah bani Abbasyah di bawah pimpinan Abdul Abbas As Safaf (penumpah darah) yang berpusat di baghdad, yang menyebabkan seluruh keluarga Kerajaan Bani Umayyah ditumpas. Namun, salah seorang keturunan dari Bani Umayah, yaitu Abdur Rahman berhasil melarikan diri dan menyusup ke Spanyol. Di sana dia mendirikan Kerajaan Bani Umayah yang mampu bertahan sejak tahun 193-458 H (756-1065 M).

C.   Pusat-Pusat Kajian Islam di Barat
     Studi islam di negara-negara Barat di selenggarakan di beberapa negara, antara lain adalah:           
a.       Kanada
Kajian keislaman di kanada pertama kali dilakukan di Mcgill University dengan tokoh utama Wilfred cantwell smith. Awal kajiannya berisi konflik yang ditimbulkan oleh agama. Smith membuka kajian agar para sarjana barat tahu secara benar tentang islam dan mengurangi kesalahpahaman di antara mereka.[3]
Mcgill university lebih banyak hasil penelitian mengenai islam dan departemen ini pernah mengundang banyak peneliti seperti prof toshiko izutsu dari jepang dan dan beberapa professor dari Indonesia pernah menjadi  tenaga pengajar di departemen ini. Di kanada studi islam memiliki tujuan untuk menekuni kajian budaya dan peradaban islam dari zaman nabi Muhammad SAW dan mempelajari ajaran islam dari seluruh dunia lalu mempelajari beberapa bahasa muslim.
b.      Amerika serikat
Di amerika studi islam dapat kita jumpai di Chicago university, studi islam dilembaga ini kajiannya mengutamakan tentang pemikiran islam, bahasa arab, naskah-naskah klasik dan bahasa islam non arab. Bila di UCLA studi islam dibagi menjadi beberapa komponen yaitu, mengenai doktrin agama islam, termasuk sejarah pemikiran islam dan bahasa islam dan non islam dan pembelajaran ilmu social, sejarah dan bahasa.
c.       Inggris
Di inggris studi islam di pelajari dalam fakultas studi ketimuran dan afrika, dalam rangka untuk memberikan pemahaman islam dan pengetahuannya maka di beberapa universitas disana membangun pusat penelitian islam. Universitas Edinburgh selalu memberikan penawaran untuk para pelajar dari kalangan muslim untuk belajar kesana.
d.      Belanda
Salah satu pendapat ilmuwan belanda yang menyatakan studi islam di belanda sampai setelah perang dunia ke II masih merupakan refleksi dari anggapan bahwa islam bermusuhan dengan Kristen. Di Negara ini kajian studi islam dilakukan di universitas leiden. Universitas ini merupakan universitas yang paling dalam perjuangannya tentang islam. Dalam universitas ini terdapat perpustakaan mengenai kajian islam yang mempuni.
a.       Spanyol
Kondisi masyarakat Spanyol sebelum Islam mereka memeluk agama khatolik, dan sesudah Islam tersebar luas tidak sedikit dari mereka yang memeluk agama Islam secara suka rela.
Keberadaan kerajaan Islam di Spanyol sungguh merupakan perantara sekaligus obor kebudayaan dan peradaban. Dimana ilmu pengetahuan kuno dan filsafat ditemukan kembali. Disamping itu, Spanyol menjadi pusat kebudayaan, karena banyaknya para sarjana dan mahasiswa dari berbagai pelosok dunia berkumpul menuntut ilmu di Granada, Cordova, Seville, dan Toledo. Di kota-kota tersebut banyak melahirkan ilmuwan terkemuka. Seperti Abdur Rabbi (sastrawan terkemuka), Ali ibn Hazn (penulis 400 jilid buku sejarah, agama, logika, adat istiadat), Al Khatib (ahli sejarah), Ibnu Khaldun (ahli filsafat yang terkenal dengan bukunya “muqaddimah”), Al Bakri dan Al Idrisi (ahli ilmu bumi), dan Ibnu Batuta adalah pengembara terkenal yang menjelajahi negeri-negeri Islam di dunia. Kemudian lahir pula seorang ahli filsafat yang lain, yakni Solomon bin Gabirol, Abu Bakar Muhammad, Ibnu Bajjah (ahli filsafat abad 12 penafsir karya-karya Aristoteles), dan Ibnu Rusyd (ahli bintang, sekaligus seorang dokter dan ahli filsafat).

[1] Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.,dkk,“Pengantar Studi Islam”,(Bandung, CV Pustaka Setia: 2014) , h.42
[2]Ibid., h.43
[3] Jamali Sahrodi, “Metodologi Studi Islam; Menelusuri Jejak Historis Kajian Islam Ala Sarjana Orientalis”, (Bandung, Pustaka Setia) hlm. 172

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi dan Perjalanan Hidup Ibnu An-Nafis

Syar'u Man Qablana

Model-Model Penalaran Hukum