Tugas UAS mengenai Pemilu
Pemilu atau Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden telah diadakan pada 17 April 2019, akan tetapi terdapat ketidak puasan yang mengakibatkan kubu 02 melalui BPN mengajukan banding atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Pengumuman Pilpres dan Pileg yang disampaikan pada 21 Mei 2019 lalu menghadirkan dampak panjang hingga kini.
Pihak BPN Prabowo-santi mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi atas pengumuman yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu lalu.
Sidang putusan gugatan hasil Pilpres 2019 digelar Kamis, 27 Juni. Sidang putusan digelar lebih awal dari jadwal semula, yakni Jumat (28/6), karena hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Tim Kuasa Hukum BPN memohon kepada MK untuk memberikan putusan sesuai dengan tuduhan dan alasan-alasan hukum. Berikut tujuh permohonan atau tuntutan Prabowo-Sandi kepada hakim MK:
Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPURI No 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilu 2019 dan Berita Acara KPU RI No 135/PL.01.0-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilu 2019.
Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wapres Nomor Urut 01 H. Joko Widodo dan K.H. Ma\'ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden/Wapres 2019 secara Terstruktur, Sistematif, dan Masif.
Membatalkan (mendiskualifikasi) Paslon 01 Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Menetapkan Paslon Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden-Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024.
Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wapres terpilih 2019-2024.
Memerintahkan termohonn untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Bambang Widjojanto menyerahkan apa yang ia sebut alat bukti itu ke panitera MK dengan didampingi Hashim Djojohadikusumo dan Denny Indrayana. Muhidin, Panitera Mahkamah Konstitusi menyatakan menerima secara resmi alat bukti itu dan menjelaskan tanggal verifikasi dan penanganan perkara ini dengan putusan pada tanggal 28 Juni mendatang.
Muhidin menjelaskan MK akan melakukan "verifikasi dari dokumen tersebut, dan kami catat dalam buku registrasi perkara konsitusi pada tanggal 11 Juni."
"Sejak 11 Juni, dihitung 14 hari kerja, MK mengadili perkara perselihan hasil pemilihan umum yang bapak ajukan di Mahkamah Konstitusi."
Bawaslu tolak dua laporan BPN Prabowo-Sandiaga soal dugaan kecurangan pemilu
Prabowo 'tolak penghitungan KPU', Joko Widodo 'ucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia'
Pemilu 2019: 'Prestasi luar biasa, tapi ada tren yang mengkhawatirkan'
Kombinasi dokumen dan saksi
Ia menuduh dalam pemilihan presiden terjadi apa yang dia sebut "kecurangan semakin dasyat."
Bambang juga menuduh perjalanan mereka menuju Mahkamah Konsitutsi "terhambat" karena tidak bisa melewati jalan utama yang "diblokade".
"Kami putuskan turun dari kendaraan dan jalan ke sini...sempat terbersit pikiran mengapa diblokade, dan jangan sampai access to justice diblokade."
Sulit dibuktikan jika selisih suara besar'
Mantan Hakim Konstitusi (MK), Harjono, menyebut gugatan kecurangan hasil pemilu presiden rawan kandas, jika selisih perolehan suara antarkandidat terlampau jauh.
Dalam kasus-kasus sengketa yang selisih perolehan suara antarkandidat terpaut jauh, kandidat yang merasa dicurangi biasanya sulit mencari bukti.
Lantas, kalaupun terbukti ada bukti kecurangan, raihan suara yang didapat dari pembuktian sulit menutup perolehan suara yang diperoleh pihak lawan. Sebelumnya, hasil rekapitulasi nasional pemilihan presiden menunjukkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh 85.607.362 suara atau 55,50% dari total suara sah nasional. Sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat 68.650.239 suara atau 44,50%. Itu artinya ada selisih 16,9 juta suara.
Mahkamah Konstitusi (MK) mempercepat jadwal sidang pleno pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2019.
Awalnya, sidang pengucapan putusan akan digelar pada Jumat (28/6/2019). Namun, berdasarkan rapat Majelis Hakim, sidang dipercepat satu hari menjadi Kamis (27/6/2019). Mereka adalah pihak pemohon dalam hal ini paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi, pihak termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihak terkait yaitu paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Mahkamah Konstitusi (MK) telah selesai menggelar pemeriksaan perkara hasil pilpres melalui persidangan. Sidang digelar sebanyak lima kali, dengan agenda pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, termohon, serta pihak terkait.
Menurut saya dengan sikap Hakim Mahkamah Konstitusi maka menganut penalaran hukum postivisme hukum yaitu menjalankan atau menyelesaikan suatu hukum berdasarkan kepada hukum positif yang berlaku yaitu Undang-undang 1945.
Positivisme Hukum
Positivisme hukum, dalam definisinya yang paling tradisional tentang hakikat hukum, memaknainya sebagai norma norma positif dalam sistem perundang undangan. Dari segi ontologi nya, pemaknaan demikian mencerminkan penggabungan antara Idealisme dan Materialisme.
Hukum adalah ungkapan kehendak penguasa. Kehendak ini jelas bukan sesuatu yang kosong melompong. Perbedaan dengan aliran hukum kodrat yang sibuk dengan permasalahan validasi hukum buatan manusia maka pada positivisme hukum, Aktivitasnya justru diturunkan kepada permasalahan konkrit. Masalah validitas aturan tetap diberi perhatian, tetapi sekedar regulasi yang dijaminkan acuan nya adalah juga norma norma hukum. Logikanya norma hukum hanya mungkin diuji dengan norma hukum pula, bukan pada Non norma hukum.
Jika aliran hukum kodrat memiliki kekuatan argumen pada wacana validasi hukum buatan manusia, maka kekuatan argumen positivisme hukum terletak pada aplikasi struktur nama positif itu ke dalam struktur kasus kasus konkrit. Aspek aksiologis yang diperjuangkan positivisme hukum adalah kepastian hukum. Dengan mengambil sumber formal hukum berupa perundang undangan, dia kini bahwa hal ini dapat diwujudkannya. Asas legalitas merupakan roh dari upaya Pengajaran kepastian hukum tersebut.
Pihak BPN Prabowo-santi mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi atas pengumuman yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu lalu.
Sidang putusan gugatan hasil Pilpres 2019 digelar Kamis, 27 Juni. Sidang putusan digelar lebih awal dari jadwal semula, yakni Jumat (28/6), karena hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Tim Kuasa Hukum BPN memohon kepada MK untuk memberikan putusan sesuai dengan tuduhan dan alasan-alasan hukum. Berikut tujuh permohonan atau tuntutan Prabowo-Sandi kepada hakim MK:
Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPURI No 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilu 2019 dan Berita Acara KPU RI No 135/PL.01.0-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilu 2019.
Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wapres Nomor Urut 01 H. Joko Widodo dan K.H. Ma\'ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden/Wapres 2019 secara Terstruktur, Sistematif, dan Masif.
Membatalkan (mendiskualifikasi) Paslon 01 Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Menetapkan Paslon Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden-Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024.
Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wapres terpilih 2019-2024.
Memerintahkan termohonn untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Bambang Widjojanto menyerahkan apa yang ia sebut alat bukti itu ke panitera MK dengan didampingi Hashim Djojohadikusumo dan Denny Indrayana. Muhidin, Panitera Mahkamah Konstitusi menyatakan menerima secara resmi alat bukti itu dan menjelaskan tanggal verifikasi dan penanganan perkara ini dengan putusan pada tanggal 28 Juni mendatang.
Muhidin menjelaskan MK akan melakukan "verifikasi dari dokumen tersebut, dan kami catat dalam buku registrasi perkara konsitusi pada tanggal 11 Juni."
"Sejak 11 Juni, dihitung 14 hari kerja, MK mengadili perkara perselihan hasil pemilihan umum yang bapak ajukan di Mahkamah Konstitusi."
Bawaslu tolak dua laporan BPN Prabowo-Sandiaga soal dugaan kecurangan pemilu
Prabowo 'tolak penghitungan KPU', Joko Widodo 'ucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia'
Pemilu 2019: 'Prestasi luar biasa, tapi ada tren yang mengkhawatirkan'
Kombinasi dokumen dan saksi
Ia menuduh dalam pemilihan presiden terjadi apa yang dia sebut "kecurangan semakin dasyat."
Bambang juga menuduh perjalanan mereka menuju Mahkamah Konsitutsi "terhambat" karena tidak bisa melewati jalan utama yang "diblokade".
"Kami putuskan turun dari kendaraan dan jalan ke sini...sempat terbersit pikiran mengapa diblokade, dan jangan sampai access to justice diblokade."
Sulit dibuktikan jika selisih suara besar'
Mantan Hakim Konstitusi (MK), Harjono, menyebut gugatan kecurangan hasil pemilu presiden rawan kandas, jika selisih perolehan suara antarkandidat terlampau jauh.
Dalam kasus-kasus sengketa yang selisih perolehan suara antarkandidat terpaut jauh, kandidat yang merasa dicurangi biasanya sulit mencari bukti.
Lantas, kalaupun terbukti ada bukti kecurangan, raihan suara yang didapat dari pembuktian sulit menutup perolehan suara yang diperoleh pihak lawan. Sebelumnya, hasil rekapitulasi nasional pemilihan presiden menunjukkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperoleh 85.607.362 suara atau 55,50% dari total suara sah nasional. Sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat 68.650.239 suara atau 44,50%. Itu artinya ada selisih 16,9 juta suara.
Mahkamah Konstitusi (MK) mempercepat jadwal sidang pleno pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2019.
Awalnya, sidang pengucapan putusan akan digelar pada Jumat (28/6/2019). Namun, berdasarkan rapat Majelis Hakim, sidang dipercepat satu hari menjadi Kamis (27/6/2019). Mereka adalah pihak pemohon dalam hal ini paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi, pihak termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihak terkait yaitu paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Mahkamah Konstitusi (MK) telah selesai menggelar pemeriksaan perkara hasil pilpres melalui persidangan. Sidang digelar sebanyak lima kali, dengan agenda pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, termohon, serta pihak terkait.
Menurut saya dengan sikap Hakim Mahkamah Konstitusi maka menganut penalaran hukum postivisme hukum yaitu menjalankan atau menyelesaikan suatu hukum berdasarkan kepada hukum positif yang berlaku yaitu Undang-undang 1945.
Positivisme Hukum
Positivisme hukum, dalam definisinya yang paling tradisional tentang hakikat hukum, memaknainya sebagai norma norma positif dalam sistem perundang undangan. Dari segi ontologi nya, pemaknaan demikian mencerminkan penggabungan antara Idealisme dan Materialisme.
Hukum adalah ungkapan kehendak penguasa. Kehendak ini jelas bukan sesuatu yang kosong melompong. Perbedaan dengan aliran hukum kodrat yang sibuk dengan permasalahan validasi hukum buatan manusia maka pada positivisme hukum, Aktivitasnya justru diturunkan kepada permasalahan konkrit. Masalah validitas aturan tetap diberi perhatian, tetapi sekedar regulasi yang dijaminkan acuan nya adalah juga norma norma hukum. Logikanya norma hukum hanya mungkin diuji dengan norma hukum pula, bukan pada Non norma hukum.
Jika aliran hukum kodrat memiliki kekuatan argumen pada wacana validasi hukum buatan manusia, maka kekuatan argumen positivisme hukum terletak pada aplikasi struktur nama positif itu ke dalam struktur kasus kasus konkrit. Aspek aksiologis yang diperjuangkan positivisme hukum adalah kepastian hukum. Dengan mengambil sumber formal hukum berupa perundang undangan, dia kini bahwa hal ini dapat diwujudkannya. Asas legalitas merupakan roh dari upaya Pengajaran kepastian hukum tersebut.
Komentar
Posting Komentar